Balada si Kaya dan si Miskin Era Milenial

     

sumber foto: https://www.pexels.com/search/humanity%20rich%20and%20poor/

    Akhir-akhir ini banyak kita jumpai para pekerja di PHK dari tempat kerjanya, pedagang banyak yang gulung tikar, dan dimana-mana banyak yang mengalami kesulitan ekonomi. Semua ini merupakan dampak dari pandemi Covid-19, seperti yang dilansir di kompaspedia.kompas.id (23/8/2021), WHO mengatakan pandemi Covid-19 bukan hanya berdampak pada kesehatan, namun juga berdampak pada penurunan ekonomi negara. Dimana Indonesia mengalami penurunan ekonomi sebesar 2,07 % pada tahun 2020.

Pemerintah memang sudah berupaya menaikan pertumbuhan angka ekonomi Negara, dengan memberikan banyak bantuan kepada masyarakat dari berbagai aspek. Namun kenyataannya di lapangan, banyak bantuan yang tidak tepat sasaran. Masyarakat yang benar-benar membutuhkan tak pernah sepersen pun mendapatkan bantuan, malah orang yang dipandang ‘kaya’ dan memang masih mampu yang banyak mendapat bantuan.

Bukan hanya itu, yang lebih miris lagi setingkat Menteri jika dilihat dari angka kekayaannya yang tidak akan habis tujuh turunan, masih saja menilap uang rakyat. Apa yang sebenarnya Bapak Menteri pikirkan, rakyat kecil disana berjuang mencari sesuap nasi, dan sangat bersyukur jika mendapatkan bantuan sekecil apapun, tapi Bapak Menteri dengan sadarnya menilap bantuan untuk rakyat, walaupun hanya 10.000/bantuan, tapi terus dikurangi hingga akhirnya sampai ke masyarakat sedikit dan dengan barang yang tidak layak. (Kompas.com, 23/8/2021)

Memang sedari kecil kita harus sudah diajarkan dan dilatih bersyukur, jadi ketika sudah dewasa tidak akan pernah tergiur mengambil hak orang lain walaupun sedikit. Karena sekecil apapun, pasti akan dipertanggung-jawabkan di akhirat.

Mengaca pada sistem pemberian bantuan pemerintah yang tak tepat sasaran, mungkin ada proses yang kurang tepat. Dalam Islam sendiri sudah dibagi delapan golongan yang berhak menerima zakat (Mustahiq Zakat), dan yang kaya wajib memberikan sebagian hartanya sebagai rasa syukur kepada Allah swt.

Dalam pengelolaan zakat pun, Rasulullah saw memberikan contoh dan petunjuk operasionalnya, dimana struktur amil zakat dibagi menjadi empat bagian, yaitu: Katabah petugas yang mencatat siapa saja orang yang wajib membayar zakat, Hasabah petugas yang mengambil zakat dari para Muzzaki, Khazanah petugas yang menghimpun dan menjaga uang zakat, dan Qasamah petugas yang menyalurkan zakat kepada Mustahiq. Semua pembagian struktur itu, tentunya jadi lebih memudahkan dalam penyalurannya hingga tepat sasaran. (m.liputan6.com, 13/6/2017)

Ada juga kisah Khalifah Umar bin Khattab yang dikenal sering ‘blusukan’, untuk melihat langsung kondisi masyarakatnya. Tak jarang Umar akan langsung memberikan bantuan jika melihat ada masyarakat yang membutuhkan. (www. merdeka.com,25/4/2020)

Contohnya ketika Umar ‘blusukan’ dengan sahabatnya Aslam di desa terpencil, mereka mendapati seorang ibu yang memasak batu agar anak-anaknya menganggap ibunya sedang memasak nasi. Umar sampai meneteskan air mata mengetahui hal itu, hingga ia berlari ke kota mengambil uang di baitul mal, membelikan beras dan lauk pauk, dan memikulnya sendiri tanpa meminta bantuan sahabatnya. Benar-benar sosok pemimpin yang adil dan sangat peduli pada rakyatnya. (Jateng.tribunews.com, 17/4/2019)

Sebaiknya pemerintah juga mengikuti cara Rasulullah dan Khalifah Umar bin Khattab dalam membagikan bantuan kepada masyarakat, sehingga tidak akan tumpang-tindih dalam penyalurannya. Alangkah baiknya, jika pemerintah dapat terjun langsung dalam menyalurkan bantuan sambil melihat kondisi masyarakatnya, tapi bukan juga blusukan untuk pencitraan. Siapa tahu kondisi masyarakat yang sebenarnya benar-benar memprihatinkan, dibandingkan yang ditayangkan ditelevisi ataupun pendapat para ahli..

Adapun sikap kita sebagai muslim sejati, tentunya tetap menyandarkan dan memohon pertolongan hanya kepada Allah swt. Sesulit apapun hidup kita semua atas izin Allah, dan Allah lah yang akan membantu kita. Bantuan pemerintah hanyalah satu dari sekian banyak perantara bantuan dari Allah. Jadi jangan pernah menyandarkan hidup dari bantuan pemerintah.

Mungkin di era milenial ini kata ‘si kaya’ dan ‘si miskin’ mengalami pertukaran makna. Dimana dulu si kaya yang memberikan bantuan, sekarang si kaya yang mendapat bantuan. Tapi ingatlah apakah bantuan yang kita dapatkan itu telah mengambil hak orang lain?, karena Allah berfirman dalam QS An-Nisa ayat 29, yang artinya “wahai orang-orang beriman!, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil”.

Disamping itu Rasulullah juga bersabda, yang artinya “Tidak halal mengambil harta seorang muslim kecuali dengan kerelaan dirinya,”(HR. Abu Dawud dan Daruquthi, dishahihkan oleh Syaikh al-Bani dalam Shahihul Jami’ no. 7662). Itu artinya mengambil hak orang lain merupakan perbuatan yang haram, kecuali orang yang diambil haknya itu rela.

Karena itu, kita harus menjauhi perbuatan yang mengambil hak orang lain, lebih baik mensyukuri yang ada dan berusaha untuk lebih baik lagi. Dalam QS Ibrahim ayat 7 Allah telah menjelaskan akan menambah rezeki bagi orang yang bersyukur, dan dalam QS Ar-Rad ayat 11 Allah menjelaskan tidak akan mengubah suatu kaum jika kaum itu tidak berusaha mengubahnya.


    Intinya biarpun zaman telah berubah, pergeseran moral sudah menjadi hal lumrah, tapi Islam tetap menjadi jalan hidup kita. Apalagi dalam menghadapi krisis ekonomi saat ini, 
usaha dan doa adalah kuncinya.

Komentar